Belanja, adalah kata yang sering digunakan sehari-hari dalam konteks perekonomian, baik di dunia usaha maupun di
dalam rumah tangga. Namun kata yang sama telah berkembang artinya sebagai suatu cerminan gaya hidup dan rekreasi
pada masyarakat kelas ekonomi tertentu. Belanja juga punya arti tersendiri bagi remaja.
Pola Hidup Konsumtif
Kata “konsumtif” (sebagai kata sifat; lihat akhiran –if) sering diartikan sama dengan kata “konsumerisme”. Padahal kata
yang terakhir ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih
khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara
berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.
Memang belum ada definisi yang memuaskan tentang kata konsumtif ini. Namun konsumtif biasanya digunakan untuk
menunjuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan
jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Misalnya sebagai ilustrasi, seseorang memiliki penghasilan 500 ribu rupiah.
Ia membelanjakan 400 ribu rupiah dalam waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sisa 100 ribu ia
belanjakan sepasang sepatu karena sepatu yang dimilikinya untuk bekerja sudah rusak. Dalam hal ini orang tadi belum
disebut berperilaku konsumtif. Tapi apabila ia belanjakan untuk sepatu yang sebenarnya tidak ia butuhkan (apalagi ia
membeli sepatu 200 ribu dengan kartu kredit), maka ia dapat disebut berperilaku konsumtif.
Perilaku Konsumtif Remaja
Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain karena pola
konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-
ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang
dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.
Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada, terutama di kota-kota besar, mall
sudah menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang
beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.
Alhasil, muncullah perilaku yang konsumtif.
Dari sejumlah hasil penelitian, ada perbedaan dalam pola konsumsi antara pria dan wanita. Juga terdapat sifat yang
berbeda antara pria dan wanita dalam perilaku membeli. Perbedaan tersebut adalah:
Pria:
Wanita:
mudah terpengaruh bujukan penjual
sering tertipu karena tidak sabaran dalam memilih barang
mempunyai perasaan kurang enak bila tidak membeli sesuatu setelah memasuki toko
kurang menikmati kegiatran berbelanja sehingga sering terburu-buru mengambil keputusan membeli.
lebih tertarik pada warna dan bentuk, bukan pada hal teknis dan kegunaannya
tidak mudah terbawa arus bujukan penjual
menyenangi hal-hal yang romantis daripada obyektif
cepat merasakan suasana toko
senang melakukan kegiatan berbelanja walau hanya window shopping (melihat-lihat saja tapi tidak membeli).
Daftar ini masih dapat dipertanyakan apakan memang benar ada gaya yang berbeda dalam membeli antara pria dan
wanita. Selain itu, penelitian-penelitian yang telah dilakukan belum mendapatkan hasil yang konsisten apakah remaja pria
atau waniata yang lebih banyak membelanjakan uangnya.
Apakah Konsumtif Berbahaya?
Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebaga usia peralihan dalam
mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari
lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja
berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang in. Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih
memandang bahwa atribut yang superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang
dikenakan oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru) dibandingkan dengan
kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai pada kepopulerannya.
Menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar pada remaja ini dilakukan secara berlebihan. Pepatah
“lebih besar pasak daripada tiang” berlaku di sini. Terkadang apa yang dituntut oleh remaja di luar kemampuan orang
tuanya sebagai sumber dana. Hal ini menyebabkan banyak orang tua yang mengeluh saat anaknya mulai memasuki
dunia remaja. Dalam hal ini, perilaku tadi telah menimbulkan masalah ekonomi pada keluarganya.
Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok remaja. Dalam perkembangannya, mereka
akan menjadi orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan
finansial yang memadai. Masalah lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat finansial itu dilakukan dengan segala
macam cara yang tidak sehat. Mulai dari pola bekerja yang berlebihan sampai menggunakan cara instan seperti korupsi.
Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan
etika.
dalam rumah tangga. Namun kata yang sama telah berkembang artinya sebagai suatu cerminan gaya hidup dan rekreasi
pada masyarakat kelas ekonomi tertentu. Belanja juga punya arti tersendiri bagi remaja.
Pola Hidup Konsumtif
Kata “konsumtif” (sebagai kata sifat; lihat akhiran –if) sering diartikan sama dengan kata “konsumerisme”. Padahal kata
yang terakhir ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih
khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara
berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.
Memang belum ada definisi yang memuaskan tentang kata konsumtif ini. Namun konsumtif biasanya digunakan untuk
menunjuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan
jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Misalnya sebagai ilustrasi, seseorang memiliki penghasilan 500 ribu rupiah.
Ia membelanjakan 400 ribu rupiah dalam waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sisa 100 ribu ia
belanjakan sepasang sepatu karena sepatu yang dimilikinya untuk bekerja sudah rusak. Dalam hal ini orang tadi belum
disebut berperilaku konsumtif. Tapi apabila ia belanjakan untuk sepatu yang sebenarnya tidak ia butuhkan (apalagi ia
membeli sepatu 200 ribu dengan kartu kredit), maka ia dapat disebut berperilaku konsumtif.
Perilaku Konsumtif Remaja
Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain karena pola
konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-
ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang
dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.
Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada, terutama di kota-kota besar, mall
sudah menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang
beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.
Alhasil, muncullah perilaku yang konsumtif.
Dari sejumlah hasil penelitian, ada perbedaan dalam pola konsumsi antara pria dan wanita. Juga terdapat sifat yang
berbeda antara pria dan wanita dalam perilaku membeli. Perbedaan tersebut adalah:
Pria:
Wanita:
mudah terpengaruh bujukan penjual
sering tertipu karena tidak sabaran dalam memilih barang
mempunyai perasaan kurang enak bila tidak membeli sesuatu setelah memasuki toko
kurang menikmati kegiatran berbelanja sehingga sering terburu-buru mengambil keputusan membeli.
lebih tertarik pada warna dan bentuk, bukan pada hal teknis dan kegunaannya
tidak mudah terbawa arus bujukan penjual
menyenangi hal-hal yang romantis daripada obyektif
cepat merasakan suasana toko
senang melakukan kegiatan berbelanja walau hanya window shopping (melihat-lihat saja tapi tidak membeli).
Daftar ini masih dapat dipertanyakan apakan memang benar ada gaya yang berbeda dalam membeli antara pria dan
wanita. Selain itu, penelitian-penelitian yang telah dilakukan belum mendapatkan hasil yang konsisten apakah remaja pria
atau waniata yang lebih banyak membelanjakan uangnya.
Apakah Konsumtif Berbahaya?
Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebaga usia peralihan dalam
mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari
lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja
berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang in. Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih
memandang bahwa atribut yang superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang
dikenakan oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru) dibandingkan dengan
kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai pada kepopulerannya.
Menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar pada remaja ini dilakukan secara berlebihan. Pepatah
“lebih besar pasak daripada tiang” berlaku di sini. Terkadang apa yang dituntut oleh remaja di luar kemampuan orang
tuanya sebagai sumber dana. Hal ini menyebabkan banyak orang tua yang mengeluh saat anaknya mulai memasuki
dunia remaja. Dalam hal ini, perilaku tadi telah menimbulkan masalah ekonomi pada keluarganya.
Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok remaja. Dalam perkembangannya, mereka
akan menjadi orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan
finansial yang memadai. Masalah lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat finansial itu dilakukan dengan segala
macam cara yang tidak sehat. Mulai dari pola bekerja yang berlebihan sampai menggunakan cara instan seperti korupsi.
Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan
etika.
by _ Aa. Muse
0 comments:
Post a Comment